Kamis, 13 Desember 2012

#5 Manusia dan Keindahan

Keindahan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah "kecantikan yang ideal" adalah sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.

Keindahan, sering diutarakan kepada situasi tertentu, arti kata keindahan yaitu berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan identik dengan kebenaran, sesuatu yang indah itu selalu mengandung kebenaran. Walaupun kelihatanya indah tapi tidak mengandung kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah.

Keindahan bersifat universal, artinya keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau daerah tertentu, bersifat menyeluruh. Segala sesuatu yang mempunyai sifat indah antara lain segala hasil seni, pemandangan alam, manusia dengan segala anggota tubuhnya dan lain sebagainya. Dalam bahasa Latin, keindahan diterjemahkan dari kata “bellum” Akar katanya adalah “benum” yang berarti kebaikan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata “beautiful”, Prancis “beao” sedangkan Italy dan Spanyol ”beloo”.

Dalam arti luas meliputi keindahan hasil seni, alam, moral dan intelektual. Dan dalam arti estetik keindahan mencakup pengalaman estetik seseorang dalam hubunganya dengan hubunganya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Sedangkan dalam arti terbatas keindahan sangat berkaitan dengan keindahan bentuk dan warna.
Sesungguhnya keindahan itu memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya beraneka ragam.

Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).

Keindahan adalah susunan kualitas atau pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal kulitas yang paling disebut adalah kesatuan (unity) keselarasan (harmony) kesetangkupan (symmetry) keseimbangan (balance) dan pertentangan (contrast).
Herbet Read merumuskan bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan-pencerapan indrawi manusia. Filsuf abad pertengahan Thomas Amuinos mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.

Menurut luasnya pengertian keindahan dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Keindahan dalam arti luas, menurut Aristoteles keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan
2. Keindahan dalam arti estetik murni, yaitu pengalaman estetik seseorang dalam hubungan dengan segala sesuatu yang diserapnya.
3. Keindahan dalam arti terbatas, yaitu yang menyangkut benda-benda yang dapat diserap dengan penglihatan yakni berupa keindahan bentuk dan warna

Keindahan identik dengan kebenaran, keindahan adalah kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah yang tidak mengandung kebenaran tidak indah.

Ada 2 nilai yang penting dalam Keindahan :
1. Nilai ekstrinsik yakni nilai yang sifatnya sebagai alat atau membantu untuk sesuatu hal. Contohnya tarian yang disebut halus dan kasar.
2. Nilai intrinsik yakni sifat baik yang terkandung di dalam atau apa yang merupakan tujuan dari sifat baik tersebut. Contohnya pesan yang akan disampaikan dalam suatu tarian.

Teori estetika keindahan menurut Jean M. Filo dalam bukunya “Current Concepts of Art” dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan itu bersifat subjektif adanya, yakni karena manusianya menciptakan penilaian indah dan kurang indah dalam pikirannya sendiri.
2. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan bersifat objektif adanya, yakni karena keindahan itu merupakan nilai yang intrinsik ada pada suatu objek.
3. Kelompok yang berpendapat bahwa keindahan itu merupakan pertemuan antara yang subjektif dan yang objektif, artinya kualitas keindahan itu baru ada apabila terjadi pertemuan antara subjek manusia dan objek substansi.

Ada tiga hal yang nyata ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu indah, apabila ada keutuhan (Integrity) ada keselarasan (Harmony) serta kejelasan (Clearity) pada objek tersebut. Ini biasanya disebut sebagai hukum keindahan

Renungan

Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologik.

(a). TEORI PENGUNGKAPAN

Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is an expression of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.

Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion and General Linguistic”. Seorang tokoh lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan perantaraan pelbagai gerak, garis, wama, suar dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata mernindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang sama.

(b). TEORI METAFISIK

Teori seni yang bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori peniruan (imitation theory).

(c). TEORI PSIKOLOGIS

Teori-teori metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasaikan psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman.

Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Sebuah teori lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan (signification Theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia.


Keserasian

Keserasian berasal dari kata serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.

Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian hams dipadukan wamanya bagian atas dengan bagian. bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cars memadu itu kurang cocok, maka akan merusak pemandangan. Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity).

Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.

(a). TEORI OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF

The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.

Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan menmpakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan teon subyektif.

Pendukung teon obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teon subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.

Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.

(b) TEORI PERIMBANGAN

Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dari benda-benda: Kwalita bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Empa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.

Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Bangsa Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah.

Teori perimbangan berlaku dari abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.

Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.Keserasian berasal dari kata serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang.

Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian hams dipadukan wamanya bagian atas dengan bagian. bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cars memadu itu kurang cocok, maka akan merusak pemandangan. Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity).

Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.

(a). TEORI OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF

The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.

Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan menmpakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan teon subyektif.

Pendukung teon obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teon subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.

Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.

(b) TEORI PERIMBANGAN

Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dari benda-benda: Kwalita bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Empa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.

Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Bangsa Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah.

Teori perimbangan berlaku dari abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.

Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.

Sumber :
http://hadi27.wordpress.com/rangkuman-manusia-dan-keindahan-serta-manusia-dan-penderitaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar