PAHLAWAN DEVISA NEGARA
Seperti yang kita ketahui bahwa
saat ini banyak permasalahan mengenai TKI yang bekerja di negara lain salah
satu kasusnya adalah hak asasi yang mereka dapatkan belum sepenuhnya memihak
mereka. buktinya sampai sekarang masih banyak kasus penyiksaan yang menimpa TKI
yang mengakibatan pelanggaran hak asasi terhadap para TKI. sudah banyak kasus penyiksaan
yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tidak terdapat perubahan atas
berbagai kasus sebelumnya yang terjadi, justru belakangan kasus penyiksaan TKI
semakin meningkat. Pemerintah seolah tidak belajar atas kesalahan-kesalahan
dimana terjadinya kasus yang sama sebelumnya. Seakan-akan sudah merupakan hal
yang lumrah apabila terjadinya penyiksaan TKI setiap tahun. Disebutkan sudah
terdapat regulasi yang mengatur mengenai perlindungan atas penempatan TKI.
Tetapi faktanya kasus-kasus yang sama tetap saja terjadi dan tidak grafiknya
tidak menurun justru meningkat. Perlu dipertanyakan kinerja pemerintah dalam
penanganan berbagai yang telah terjadi sebelumnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah :
Bagaimanakah tindakan pemerintah
menangani kasus sebelumnya dan tindakan seharusnya dalam memberikan
perlindungan hukum serta tindakan seharusnya menangani masalah yang terjadi
saat ini?
Bagaimanakah ketentuan yang sah
menurut hukum agar seseorang bisa menjadi sesorang buruh migran yang mendapat
asuransi dan perlindungan hukum yang layak?
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar
negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Pengertian merupakan defenisi yuridis mengenai TKI menurut Pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Sedangkan penempatan buruh migran
dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah kegiatan
pelayanan untuk mempertemukan buruh migran sesuai bakat, minat, dan
kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan
proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan,
persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan
pemulangan dari negara tujuan.
Dengan adanya undang-undang ini
memberikan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatur
penempatan buruh migran. Dalam penempatan tersebut “ Setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah
pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri”
sesuai Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tenang Ketenagakerjaan.
Kemudian dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan bahwa “Penempatan
tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta
adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk
menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan,
bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi,
dan perlindungan hukum.”
Untuk menghindari ketidakamanan
yang akan diderita oleh buruh migran (khususnya Pembantu Rumah Tangga) maka
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menegaskan bahwa “Orang perseorangan
dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri”.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa tujuan
penempatan dan perlindungan calon buruh migran adalah:
1. memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
2. menjamin dan melindungi calon
buruh migran sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
3. meningkatkan kesejahteraan
buruh migran dan keluarganya.
Dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Pemerintah bertugas
mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan buruh migran di luar negeri.” Dan dalam Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2004 bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya
perlindungan buruh migran di luar negeri.
Demi menjamin perlindungan lebih
lagi terdahad TKI diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
mengatur tentang penempatan buruh migran di luar negeri hanya dapat dilakukan
ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan
Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan
perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Namun meskipun seperti
itu, masih saja terdapat penganiayaan terhadap para buruh migran yang sudah
jelas dan terang mendapat perlindungan hukum. Perlindungan tersebut dilakuakan
dengan penyelengaraan keadilan dan ketertiban untuk mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyat sesuai dengan tujuan negara menurut Prof. Subekti, S.H.
Perlindungan hukum terhadap para
TKI juga sudah dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban:
1. menjamin terpenuhinya hak-hak
calon TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
2. mengawasi pelaksanaan
penempatan calon TKI;
3. membentuk dan mengembangkan
sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
4. melakukan upaya diplomatik
untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
5. memberikan perlindungan kepada
TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna
penempatan.
Perlindungan bagi TKI yang
bekerja di luar negeri diawali dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan
TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan hingga pulang ke tanah air.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 bahwa
setiap calon TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Perlindungan tersebut seperti tertuang dalam ayat
(1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan masa
setelah penempatan.
KOMENTAR :
Menurut pendapat saya, peraturan
yang ada sudah bagus dan memadai bahkan dapat menyelesaikan masalah yang selama
ini menghampiri TKI tetapi dalam pelaksanaannya belum diterapkan seutuhnya
sehingga mengakibatkan berlarut-larutnya masalah tersebut bahkan dalam hal ini
saya melihatnya dengan pandangan bahwa pemerintah mengabaikan hak warga negara
Indonesia yang bekerja di luar wilayah Indonesia. peraturan sudah ada tetapi
harus di iringi dengan pelaksanaan yang adil dan dilaksanakan sesuai peraturan
yang berlaku sehingga negara kita terbebas dari permasalahn tersebut.
pemerintah juga harus lebih tegas terhadap masalah-masalah tersebut sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Selain mengenai peraturan, dalam
menanggulangi masalah ini pun diperlukan sikap profesionalisme dan juga kode
etik yang baik dari berbagai pihak, baik itu pihak pemerintah Indonesia,
pemerintah negara terkait, para TKI, dan juga atasan atau ‘boss’ dari yang
menerima tenaga kerja Indonesia ini. Karena apabila hanya mengandalkan
peraturan tanpa adanya suatu etika yang mengikat diantara mereka, peraturan itu
hanya sebatas aturan yang tidak dapat memeberikan dampak yang signifikan
terhadap perbaikan masalah ini.
Berdasarkan fakta yang terjadi
dilapangan dicari fakor- faktor penyebab terjadinya masalah dan alasan masalah
justru semakin marak terjadi. Atas fakor permasalah yang ada digali dan dicari
problem solving. Dalam hal ini juga dituntut peran serta dari masyarakat dalam
pencari solusi. Tidak hanya berperan kritis dengan berbagai masalah yang
terjadi tetapi juga memberikan kritik dan saran. Karena ketika pemerintah
masyarakat bergandengantangan dalam penyelesaian masalah niscaya akan dicapai
hasil yang maksimal dan tentu tidak akan merugikan salah satu pihak. Dengan ini
juga membuka wawasan masyarakat dengan hukum positif di Indonesia terutama
mengenai undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan penempatan TKI di
luar negeri.