Namaku Nova, aku termasuk tipe wania pekerja keras dan cukup
beruntung. Sejak SD sampai perguruan
tinggi, aku selalu mendapatkan sekolah favorit. Masa kecilku, termasuk
sederhana. Tidak kaya dan tidak miskin.
Walaupun, aku tergolong anak yang
pintar, tetapi nenekku tidak pernah memandangku sebagai cucu yang membanggakan. Dia selalu
membanggakan saudara tiriku yang memang dari masa kecilnya sudah kaya dan terus
menerus difasilitasi orang tuanya. Tentunya, ini sangat membuatku jengkel.
Sehingga membuatku semakin semangat untuk bisa sukses dan lebih berhasil dari
saudara tiriku ini.
Jakarta pukul 07.00…
Macet, merupakan makanan sehari-hariku. Tiap berangkat kerja
di pagi hari sampai pulang di malam hari, macet inilah yang selalu menemaniku.
Tapi, hal ini bukanlah masalah besar untukku. Demi mendapatkan keinginanku aku
rela bersusah payah. Targetku adalah aku rajin bekerja, menjadi manajer desain
asitektur, mempunyai banyak uang, dan bisa mengalahkan saudara tiriku itu.
“ Iya Pak.. Sekarang posisi saya sudah dekat kantor, Cuma
ini perjalanannya tersendat karena macet Pak.. Iya, semuanya sudah beres,
berkas-berkas sudah siap, power point sudah saya siapkan. Jadi nanti tinggal
presentasi… Iya Pak.. Iya.. Mengerti Pak.. Iya, terima kasih “
Tadi itu bosku menelepon. Hari ini memang cukup bersejarah
dalam hidupku. Presentasi hari ini akan menentukan apakah aku aan diangkat
menjadi manajer atau tidak. Karena itu, aku sangat bersemangat menyiapkan
segalanya sebaik mungkin. Apabila aku berhasil menjadi manajer desain
arsitektur ini, jalanku untuk menjadi kaya terbuka lebar dan targetku akan
tercapai.
Sesampainya di kantor, aku adalah yang pertama datang. Yah
memang bos-bosku ini orang yang suka ngaret. Memang enak jadi bos, kalau telat
tidak dimarahi, bandingkan dengan karyawan. Tak lama kemudian, klien-klien
berdatangan dan presentasi pun dimulai. Aku menyampaikan segalanya secara
detail dan jelas, presentasiku disertai dengan gambar da nada juga maketnya.
Sepertinya mereka cukup tertarik dengan presentasiku ini. Terlihat mereka
tersenyum, mengangukan kepala, dan saling berbisik. Aku menjadi semakin percaya
diri akan sukses memenangan tender ini.
Sembari menunggu keputusan usai presentasi. Aku pun makan
siang di café sebrang kantor. Aku mulai membayangkan bila aku menjadi manajer
nanti. Aku akan menjadi manajer yang modis, cantik, punya banyak uan, akan
banyak laki-laki yang suka padaku, orang tuaku akan bangga padaku, aku akan
merenovasi rumah, nenekku akan terbuka matanya bahwa ku lebih hebat tari
saudara tiriku, dan waah pokoknya banyak deh. Aku sudah sabar melakukannya.
Hasil keputusan itu pun datang, aku dpanggil bosku ke
ruangannya.
“ Selamat siang Pak, ada apa bapak memanggil saya?”
“ Hmm.. ini terkait presentasi kamu. Saya sudah ada hasilnya
“
“ Bagaimana pak? Saya berhasil kan Pak ?”
“ Hmm.. Presentasi kamu memang bagus dan klien juga
berpendapat seperti itu, hanya saja kurang sesuai dengan tema dan kurang
efisien dalam perencanaan keuangannya itu”
Deg.. Aku mulai degdegan
“ Jadi …. Maaf kamu gagal!”
Deg.. Sekarang rasanya jantungku mulai berhenti
Usai percakapanku dengan bos, aku langsung pulang dengan
mobilku ini. Pikiranku tidak karuan, aku lemas, jantungku degdegan hebat,
rasanya semua impianku selama ini langsung tersedot ke tempat sampah. Terbuang
sia-sia, usahaku selama ini gagal. Aku gagal.. Aku menyetir dengan tidak karuan
dan tiba-tiba…
CKRIIIIITT….!
Aku mengerem mendadak, kepalaku beradu dengan stir mobil dan
itu sangat sakit. Sembari menahan sakit aku berusaha untuk menyadari apa yang
terjadi. Aku membuka pintu mobil dan jalan ke depannya. Ada seorang anak yang
tergeletak kesakitan, dia memegangi kakinya. Anak itu berpakaian lusuh, badanya
kotor, dan kulitnya hitam. Aku pun menghampirinya..
“ Dek, maaf ya dek. Kamu ga apa-apa? Apanya yang sakit ?”
“ Aduuuh…aduuuuuh.. kakikuuu.. “
Aku melihat darah keluar dari kakinya, tidak lama kemudian
beberapa orang datang menghampiri kami. Aku sangat takut mereka akan
menghakimiku. Aduh, betapa sialnya hari ini.
“ Mba! Nyetir hati-hati dong!”
“ Tanggung Jawab mba!”
“ Bawa ke rumah sakit “
Mereka teriak-teriak di hadapanku, aku menjadi semakin
takut.
“ I..iya paak!”
Lalu, seorang bapak-bapak membantu membopong anak itu masuk
ke dalam mobilku. Aku segera membawanya ke klinik terdekat. Sesampainya di
klinik, anak itu segera diobati.
Fhhh! Untung anak itu hanya terkilir kakinya da tidak ada
luka dalam. Selesai membayar administrasi aku pun membawa anak itu pulang. Anak
itu menunjukkan arah menuju ke rumahnya. Selama di jalan, aku berpikir kenapa
hari ini sungguh sial? Aku gagal proyek, nabrak anak pula.
Tidak lama kemudian aku sampai di rumahnya, hmm bukan ruah
sebenarnya seperti sebuah gubuk yang diisi banyak anak jalanan. Kondisinya
sangat memprihatinkan, mereka hanya tidur beralas tikar yang sudah sobek,
berdinding bilik, dan beratap seng. Banyak tumpukkan botol bekas dan
barang-barang bekas lainya.
Aku duduk di sebuah kursi kayu kecil. Dan berfikir,
bagaimana bisa anak-anak ini bertahan hidup? Apa mereka tidak sekolah? Kemana
orang tua mereka ?
Setelah memastikan keadaan anak itu baik-baik saja, aku pun
pamit dan mau pulang.
“ Dek, maaf ya de katas kejadian tadi. Kakak benar-benar
minta maaf “
“ Iya, kak aku juga salah kok kak, tadi nyebrang gak
liat-liat. “
“ Hmm.. kamu tinggal disini sama siapa ?” Aku malah semakin
ingin tahu.
“ Aku sama adik-adikku kak. Tuh! Ada 3 orang “ Semabari
menunjuk anak yang sedang bermain kelereng.
“ ooh, emang mamah papahnya kemana ?”
“ Hmm.. Ga tau kak. Sudah 3 tahun gak pulang”
Deg.. aku mulai bingung bercampur sedih
“ Terus, cari makannya sama siapa? Ada om atau tante gitu ?”
“ Kami mengamen dan mulung kak”
Kesedihanku bertambah, aku bingung kenapa ada orang tua yang
setega itu meninggalkan anak kecil seperti ini tanpa memberi uang sepeser pun.
Mereka harus kerja keras sendiri, bahkan mereka tidak pernah merasakan bangku
sekolah sama sekali.
“ Tapi kami, tetap bahagia kok kak, walau dalam keadan sesulit apapun
asalkan kita selalu bersama dan tidak saling iri, kita tetap bahagia “
Kata-kata kecil itu membuatku sadar, bahwa selama ini aku
terlalu sombong akan keadaan, aku yang selalu hidup enak dalam segaa fasilitas
yang diberikan orang tuaku, aku yang selama ini terlalu berambisi menjadi orang
kaya dan bisa merebut hati nenekku, dan aku yang selama ini selalu melihat ke
atas dan tidak pernah sekalipun memandag ke bawah.
Baru dikasih cobaan sekecil ini, aku sudah menyerah.
Bagaimana dengan mereka? Sekarang aku sadar, aku harusnya tidak terus melihat
ke atas karena itu sangat melelahkan. Karena saat aku melihat ke bawah, aku
akan sadar bahwa ku adalah orang yang paling beruntung.
fin~